Hello autumn wind
Hey, don't get me wrong
I know it's winter already, moreover, it's the end of winter
and yeah, call me whatever but I've moved on already
I just write this because I wanna say good-bye properly to the memories that fall within the leaves in autumn
and I write this because I want to. I just want to.
Okay. enough for the prolog.
Satu semester berlalu sejak aku nggak pernah sekelas sama kamu lagi
saking seringnya nggak lihat kamu, akhirnya aku sampai biasa
di tengah masa liburan yang aku habiskan dengan ngupil dan ngiler, tiba-tiba kamu muncul di hadapanku
makanya aku jadi kepikiran untuk nulis sesuatu
dulu aku milih masuk ke jurusan ini, di universitas ini, karena aku cuma mikir kalau aku harus dapet sekolah
seenggaknya aku dapet sekolah dulu, soal kualitas jurusan yang aku masukin itu bisa dipikir belakangan
kupikir awalnya aku nggak akan lama bertahan di jurusan ini
aku nggak bener-bener mempertaruhkan masa depanku di bidang ini, aku nggak berpikir bakal melakukan sesuatu yang berguna untuk jurusan atau fakultas - msuk organisasi atau ikutan demo, dan lagi aku nggak berpikir kalau bisa masuk sini adalah sesuatu yang keren - karena temen-temen SMA-ku kuliah di tempat keren yang jauh dari kota semua, rasanya imejnya jadi gitu
tapi tiba-tiba aku kenal kamu
dan aku langsung suka kamu
aku jadi semangat kuliah gara-gara kamu
aku nggak jadi berpikir buat ninggalin jurusan ini, karena berkat kuliah di sini, aku bisa ketemu kamu
aku jadi sering mengkhayal gimana kalau kamu jadi pacarku beneran
lama kelamaan, aku juga jadi sayang sama tempat ini, sama suasana ini, sama ilmu yang aku dapet di sini
lebih dari itu, temen-temen yang aku dapet di sini
pelajarannya, dosennya, semuanya aku suka
aku masih tetep mahasiswa yang kerjaannya kuliah-nangkring-pulang sih
tapi aku merasa bener-bener menyatu sama jurusan ini dan aku nggak mikir lagi mau pindah dari sini
aku akan mempertruhkan masa depanku dengan ilmu yang aku dapat di sini, mungkin aku juga akan berpikir untuk melakukan sesuatu yang berguna demi jurusan dan fakultas ini, dan yang pasti, aku merasa bisa masuk sini adalah hal yang keren banget.
ya, mungkin kamu memang agak berjasa dalam hal ini.
Aku yakin banyak temenku yang nggak paham kenapa aku bisa bangga kuliah di fakultas yang liftnya sempit dan ada jam malemnya ini.
dan mungkin akan terlalu panjang kalau aku sebut satu-satu hal apa yang bikin aku bahagia.
tapi kalau kamu jadi pacarku beneran, aku tinggal bilang, "berkat kuliah di sini, aku dapet pacar ganteng," dengan muka nista, aku yakin itu penjelasan yang singkat dan bisa dimengerti.
tapi sejak kita jarang ketemu, kadang aku jadi nggak se-suka itu sama kamu
kadang aku takut, kalau aku berhenti suka kamu, aku bakal kehilangan motivasi buat kuliah
aku takut move on, meskipun makin lama kelihatannya aku nggak ada harapan lagi bisa sama kamu
ya entah kenapa
aku mikir, aku terus mikir, apa ini yang terbaik
kalau aku terus jadiin kamu tujuanku, apa aku tetep bisa termotivasi kuliah
sampai akhirnya kamu beneran diambil orang lain dan nggak ada pilihan lain buat aku kecuali move on
dan aku kaget, ternyata aku sama sekali nggak kehilangan motivasi buat kuliah
aku sadar, waktu aku mikirin kamu sambil terus jalanin hidup, aku nemu banyak hal berharga
banyak sekali
aku punya teman-teman terbaik, aku punya komunitas yang keren
aku ketemu dosen yang asyik, dan aku menemukan banyak ilmu yang bakal aku cintai
aku berhasil membentuk sinergi dari ilmu yang aku dapat di komunitas dan di tempat kuliah
dan pada akhirnya keanggotaanku di komunitas bisa dapet restu dari orang tua-ku karena aku bisa membuktikan komunitasku bener-bener menunjang kuliahku
makanya, mulai sekarang aku bakal tetep berjuang.
aku nggak peduli sekalipun orang ngeliat aku nggak keren karena kuliah di sini.
jurusan ini sesuatu yang aku pilih sendiri, dan aku milih untuk menetap di sini.
aku bahagia di sini dan aku pengen berusaha memberikan yang terbaik.
Oke, terima kasih ya.
Besok semester baru dimulai dan ini pertama kalinya aku nggak berharap sama sekali apa kita bakal sekelas atau enggak.
tapi makasih lho.
Aku lega sudah sadar ternyata sumber semangatku kuliah yang utama bukan kamu.
Hahahaha.
Good-bye autumn wind
it doesn't matter how much I used to love you
even the autumn wind has its time to stop blowing, and then replaced
whether by the cold snow, the blossom flower, or the sparkling sunlight
even when I know I'll remember the memory when I replied your text in the raining afternoon in Makassar, while listening to Alice Nine's Niji no Yuki. Then you texted me back, told that it was better for me to enjoy my holiday than texted you.
even when my feeling towards you already change
I know I'll keep those memories we made, inside my short-term-memory's storage. Lol.
So long, Eiji. Nice to meet you.
Tampilkan postingan dengan label short story. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label short story. Tampilkan semua postingan
Minggu, 17 Februari 2013
Before The Spring Comes, I'll Write This
Selasa, 11 September 2012
Conversation Siang Bolong
“Eh lu tadi PKN
sekelas ama gua kan?” tiba-tiba Rio menyeletuk.
“ngg ya iya
kayaknya,” jawabku asal-asalan, ruang kelas yang sepertinya berisi lebih banyak
karbon monoksida daripada oksigen itu membuatku malas berpikir. Sekalipun
memikirkan apakah aku bakal terkena barbel melayang atau tidak seandainya aku
tidak mendengarkan si pemateri yang mirip Agung Hercules itu.
“Nah, lu inget
gak kata-katanya tadi? Yang bilang, ‘orang bisa ngubah orang laen tapi gak bisa
ngubah dirinya sendiri’?”
“Oh...” aku mulai
tertarik untuk berpikir,”Maksudmu kata-kata, ‘banyak orang yang sadar mereka
harus mengubah orang lain, tetapi sedikit yang sadar kalau dirinya sendiri
harus berubah?”
“iya, iya, yang
itu,” kata Rio serius.
Aku sepintas
melihat ekspresinya yang seperti berusaha mengusir pikiran akan sebuah kenangan
pahit itu. Rio baru saja menceritakan bagaimana ia putus dengan pacarnya yang
terakhir, yang baginya mengecewakan, karena menurutnya, mantannya gagal
mengubahnya menjadi orang yang lebih baik.
“Nah itu,”
katanya sambil memijat dahi dengan tangannya, “itu, kata-kata yang dalem banget
buat gua,” lanjutnya getir.
Aku tidak terlalu
paham kenapa kata-kata itu yang menohoknya. Kalau aku menafsirkannya, mungkin
ia tidak mengerti bagaimana cara mengubah dirinya sendiri , karena itu ia
berharap pacarnya lah yang mengubah dia, tetapi baginya, pacarnya gagal.
Mungkin karena itu ia jadi merasa gagal mengubah orang agar mereka bisa
mengubahnya jadi lebih baik. Nah rumit? Kupikir begitu, makanya jangan paksa
aku berpikir, aku cuma bisa merasa.
“Jadi, itu bikin
kamu merasa nggak berarti?” tanyaku.
“Iya,” katanya,
“rasanya gua nggak berarti banget, nggak bisa ngubah apa-apa”.
Aku mengalihkan
pandanganku dari wajahnya. Aku berpikir, itu juga yang terjadi padaku
belakangan itu. Aku sama sekali tidak berarti, dan tidak bisa mengubah apa-apa.
Yah, aku tahu setiap manusia pernah mengalami krisis kepribadian seperti ini,
tapi mengalaminya tetap saja menyebalkan.
“Yah, tapi kamu
nggak denger bu dosen barusan bilang?” aku berujar perlahan.
“Apaan?”
“teori
interaksionisme simbolik barusan. Katanya ada teori yang bilang kalau suatu
makna itu lahir bersamaan dengan bendanya dilahirkan,” tiba-tiba kata-kata itu
terlintas di pikiranku.
Rio menaikkan
alisnya pertanda minta penjelasan,”yah,” aku coba menjelaskan, “waktu suatu
benda diciptakan, makna dari benda itu juga ikut lahir”.
“Itu artinya,”
lanjutku, “ketika kamu dilahirkan, saat itu juga makna kehidupan kamu di dunia
ini diciptakan.
Apa arti keberadaan kamu di dunia ini”.
Hal itu
menyadarkanku juga, jika teori ini benar, berarti tidak ada manusia yang
dialhirkan tanpa makna kan?
Apakah teori itu
benar? Untuk membuktikan kebenaran teori, kita perlu melakukan pengujian kan?
Karena itu kita harus terus hidup, dan berjuang.
Rio nyengir. Ia
memberiku telapak tangannya. Aku segera menyambutnya dengan menepukkan telapak
tanganku ke telapak tangannya sekeras yang aku bisa lakukan di tengah
perkuliahan. High five.
Kami kembali ke
atas buku catatan masing-masing. Untuk sekejap aku dan Rio akhirnya menyadari
betapa berartinya kami untuk mengubah diri kami sendiri.
Label:
Ariosakti,
Ba Dum Tss,
journal,
short story
Langganan:
Postingan (Atom)