Sabtu, 29 September 2012

Surrender

Saya bukannya nggak nyerah karena merasa dikasih harapan


Saya nggak nyerah karena saya merasa nggak boleh nyerah, nggak bisa nyerah, nggak perlu nyerah, dan nggak mau nyerah


Tapi ketika keadaan memaksa saya menyerah sementara saya tidak mau, saya rasa mungkin sebaiknya saya pasrah

Dan berdo'a kepada Tuhan yang Maha Esa


Published with Blogger-droid v2.0.4

Minggu, 23 September 2012

Kami-sama, Help

omg omg omg

I've spent my whole life to make myself believe that I'm straight
I tried to love boys but everything change when fire nation attack err no, when my friend introduce me to know a Japanese cosplayer named Hibiki Touya

taken from google

for your info, this person is a GIRL
yeah a GIRL

and this girl almost make me lost my straightness
NOOOOOOOO
I swear I'm straight but when I saw her photo I'm so afraiddd
God, what if someday she come to me while cosplaying like that and tell me that she loves me? dou sureba ii nooo? QAQ





*sigh*
Okay, better go back to work than galauing like this (T_______T)

Rabu, 19 September 2012

Greetings :D

Haloooooo
Kalau aku nggak salah, tadi pagi udah hujan ya?
Oke, kalau gitu inilah saatnya ame-mon yang sebenarnya dimulai ;D

Sejujurnya aku nggak punya hal yang ingin aku bicarakan, tapi aku rindu nulis di sini, jadi aku pikir aku mau memberi salam sedikit saja.

Kalau hidupku bisa diibaratkan dengan musik, maka belakangan ini rasanya aku kehilangan irama-ku. Rasanya semua hal berjalan begitu cepat. Mendadak orang tuaku mengajakku pindah rumah. Sebenarnya rumah baru kami masih ada dalam satu kota, tetapi rumah baruku lebih dekat dengan kampus. Kemudian, sebelum aku sempat 'berkenalan' lebih jauh dengan rumah baruku, masa ospek mahasiswa sudah mulai. sebagai panitia pendamping mahasiswa baru, aku harus mengerjakan tugasku. Datang sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari tenggelam. Setelah ospek selesai, kuliah pun dimulai. Minggu pertama kuliah, tugas bertubi-tubi menyerang. Di antara saat-saat itu, orang tuaku harus kembali bekerja ke Jakarta dan aku dititipkan bersama adikku di rumah nenek, rumahku yang lama.

Jadi bisa dibayangkan kalau aku harus beradaptasi lebih banyak dari yang biasanya kulakukan saat tahun ajaran baru. Aku harus pindah-pindah rumah. kalau banyak tugas dan harus kukerjakan secara berkelompok sampai malam, aku pulang ke rumah baru dan tinggal sendirian. kalau sudah senggang, aku pulang ke rumah nenek. Belum lagi, ternyata aku diangkat menjadi ketua komunitasku dan kami punya proyek dalam waktu dekat ini. Ah dan satu lagi, aku kehilangan motivator-ku di kampus, tau kan motivator? itu lho, yang kalau kamu bosan saat kuliah, kamu akan menoleh ke tempat dia duduk, melihat wajahnya dan secara ajaib kamu akan jadi semangat lagi. Apalagi kalau dia balas melihat dan nyengir ke arahmu, bisa membuat kamu jadi pintar mendadak, tapi kalau kamu tau dia dekat dengan rekan sejenismu yang lain, mungkin kamu tidak akan bisa tidur semalaman gara-gara kepalamu panas teringat hal itu. Haha. Sayangnya semester ini motivatorku tidak sekelas denganku, satu kelas pun. Jadi, hal yang biasa kulakukan dua semester sebelumnya tidak bisa kuulangi lagi semester ini.

Maka dari itu, semua hal yang kualami di atas membuatku berpikir bahwa aku keterlaluan sekali karena sudah menertawai teman-temanku yang menangis di kamas kost saat awal-awal merantau kuliah. sebagai orang pribumi yang ikut merasakan nasib menjadi anak kost, sekarang aku mengerti perasaan mereka.

Semua hal yang terjadi padaku terasa datang dan pergi begitu cepat sampai rasanya aku tidak bisa apa-apa lagi. Aku pun merasa kemampuan adaptasi-ku dengan keadaan ternyata lemah sekali.

Untungnya sekarang aku sudah mulai terbiasa dengan keadaan ini. Entah kenapa, perlahan aku mulai menemukan tempo-ku kembali. entah karena tugasku kemarin dipuji dosen atau karena baru beli HP unyu yang aku inginkan dari dulu (?)

Pokoknya yang jelas, pagi ini aku melihat bekas hujan dan itu berarti ame monogatari yang sebenarnya dimulai! *applause*
(note: ame monogatari, nama blog ini, berarti 'kisah hujan')

Sebagian besar kisah indah yang ada dalam hidupku terjadi saat musim hujan, karena itu aku suka hujan. tau kan, butiran hujan itu membiaskan cahaya matahari dan membuatnya jadi lengkung tujuh warna yang kita sebut pelangi. Sama juga, bagiku butiran hujan itu membiaskan cahaya kehidupanku jadi berbagai kisah yang punya warna lebih banyak dari pelangi (norak? biarin!)

Anyway, masih ada banyak tugas yang harus kukerjakan jadi postingan random ini kuakhiri saja.
Selamat datang, musim hujan. Kali ini juga, akan kubuat banyak cerita bersama butiran hujanmu. Kisah yang berakhir seindah warna pelangi :)
LOL




Selasa, 11 September 2012

Conversation Siang Bolong


“Eh lu tadi PKN sekelas ama gua kan?” tiba-tiba Rio menyeletuk.

“ngg ya iya kayaknya,” jawabku asal-asalan, ruang kelas yang sepertinya berisi lebih banyak karbon monoksida daripada oksigen itu membuatku malas berpikir. Sekalipun memikirkan apakah aku bakal terkena barbel melayang atau tidak seandainya aku tidak mendengarkan si pemateri yang mirip Agung Hercules itu.

“Nah, lu inget gak kata-katanya tadi? Yang bilang, ‘orang bisa ngubah orang laen tapi gak bisa ngubah dirinya sendiri’?”

“Oh...” aku mulai tertarik untuk berpikir,”Maksudmu kata-kata, ‘banyak orang yang sadar mereka harus mengubah orang lain, tetapi sedikit yang sadar kalau dirinya sendiri harus berubah?”

“iya, iya, yang itu,” kata Rio serius.

Aku sepintas melihat ekspresinya yang seperti berusaha mengusir pikiran akan sebuah kenangan pahit itu. Rio baru saja menceritakan bagaimana ia putus dengan pacarnya yang terakhir, yang baginya mengecewakan, karena menurutnya, mantannya gagal mengubahnya menjadi orang yang lebih baik.

“Nah itu,” katanya sambil memijat dahi dengan tangannya, “itu, kata-kata yang dalem banget buat gua,” lanjutnya getir.

Aku tidak terlalu paham kenapa kata-kata itu yang menohoknya. Kalau aku menafsirkannya, mungkin ia tidak mengerti bagaimana cara mengubah dirinya sendiri , karena itu ia berharap pacarnya lah yang mengubah dia, tetapi baginya, pacarnya gagal. Mungkin karena itu ia jadi merasa gagal mengubah orang agar mereka bisa mengubahnya jadi lebih baik. Nah rumit? Kupikir begitu, makanya jangan paksa aku berpikir, aku cuma bisa merasa.

“Jadi, itu bikin kamu merasa nggak berarti?” tanyaku.

“Iya,” katanya, “rasanya gua nggak berarti banget, nggak bisa ngubah apa-apa”.

Aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya. Aku berpikir, itu juga yang terjadi padaku belakangan itu. Aku sama sekali tidak berarti, dan tidak bisa mengubah apa-apa. Yah, aku tahu setiap manusia pernah mengalami krisis kepribadian seperti ini, tapi mengalaminya tetap saja menyebalkan.

“Yah, tapi kamu nggak denger bu dosen barusan bilang?” aku berujar perlahan.

“Apaan?”

“teori interaksionisme simbolik barusan. Katanya ada teori yang bilang kalau suatu makna itu lahir bersamaan dengan bendanya dilahirkan,” tiba-tiba kata-kata itu terlintas di pikiranku.

Rio menaikkan alisnya pertanda minta penjelasan,”yah,” aku coba menjelaskan, “waktu suatu benda diciptakan, makna dari benda itu juga ikut lahir”.

“Itu artinya,” lanjutku, “ketika kamu dilahirkan, saat itu juga makna kehidupan kamu di dunia ini diciptakan. 
Apa arti keberadaan kamu di dunia ini”.

Hal itu menyadarkanku juga, jika teori ini benar, berarti tidak ada manusia yang dialhirkan tanpa makna kan?
Apakah teori itu benar? Untuk membuktikan kebenaran teori, kita perlu melakukan pengujian kan? Karena itu kita harus terus hidup, dan berjuang.

Rio nyengir. Ia memberiku telapak tangannya. Aku segera menyambutnya dengan menepukkan telapak tanganku ke telapak tangannya sekeras yang aku bisa lakukan di tengah perkuliahan. High five.

Kami kembali ke atas buku catatan masing-masing. Untuk sekejap aku dan Rio akhirnya menyadari betapa berartinya kami untuk mengubah diri kami sendiri.